Friday, January 20, 2006

Kisah Seorang Sahabat

Klik, dan Uang pun Mengalir ke Rekening Tabungan


Adalah Robert G. Allen yang memprovokasi saya. Saya penggemar berat dia. Ide-idenya gila banget. Buku-bukunya seperti Multiple Streams of Income, The One Minute Millionaire dan Cracking the Millionaire Code (dua yang terakhir ditulis bersama Mark Victor Hansen) sungguh luar biasa pengaruhnya buat bisnis saya. Rekening tabungan saya tiap hari terus bertambah setelah mempraktekkan ilmunya.

Dia pernah menantang para wartawan untuk membuktikan ilmunya. Dia berani taruhan bahwa rekeningnya akan terisi uang 1 juta dollar dalam satu hari melalui internet. Wartawan pun berkumpul ingin mencatat peristiwa langka ini. Dan benar, dalam satu hari persis masuklah uang 1 juta dollar itu ke dalam rekeningnya. Caranya? Dia menawarkan sebuah seminar seharga $ 100 kepada 400.000 member newsletternya. Respon yang didapat adalah sekitar 1.000 orang yang mendaftar. Hasilnya 2.000 x $ 100 = $ 1.000.000 dalam satu hari. Fantastis.

Berbulan-bulan saya terus memikirkan ide itu di dalam benak saya. Produk saya adalah produk yang cukup kecil segmen pasarnya. Busana muslim. Pemakainya kebanyakan ibu-ibu rumah tangga. Mereka kebanyakan tidak terlalu akrab dengan internet. Bisa nggak ya?

Akhirnya, September 2003 saya coba-coba bikin situs sendiri dengan program sederhana yang saya bisa. Saya lakukan test and measure kepada paman di Riau supaya membuka situs tersebut dan memperkenalkannya kepada teman-temannya di kantor. Alhamdulillah, responnya bagus. Saya pasang iklan di beberapa situs iklan baris gratis. Leads pun mulai berdatangan. Mulailah transaksi di internet ini mengambil persentase yang signifikan dari omset penjualan toko saya di Tanah Abang.

Akhirnya, bulan Maret 2004 saya memutuskan untuk full berjualan via internet dari garasi rumah dan menutup 3 toko di Tanah Abang. Sebab lain seperti sudah saya ceritakan sebelumnya adalah karena bisnis saya nyaris bangkrut dan diusir secara sepihak oleh pihak PD Pasar Jaya. Thanks to them.

Hari demi hari rekening tabungan saya terus bertambah. Kadang tidak percaya. Tapi itu benar. Sebenarnya ini adalah jawaban dari pikiran atau doa saya waktu kuliah dulu. The power of thinking terbukti lagi. Saya sering menghabiskan waktu di warnet, browsing dan menghabiskan uang jajan. Lama kelamaan saya berpikir, internet ini tidak bisa lepas dari keseharian saya. Tapi kalau harus mengeluarkan uang terus, bisa jebol kantong saya. Suatu saat, saya harus menghasilkan uang dari internet ini, batin saya. Alhamdullillah, sekarang sudah jadi kenyataan. Klik, dan uang pun mengalir menenuhi rekening saya, sampai-sampai teller bank bingung, kok sebentar-sebentar ganti buku tabungan.


Who Moved Your Cheese?


Buku Who Moved My Cheese karya Spencer Johnson, besar pengaruhnya bagi saya. Tahun 2004, saya tutup 3 toko di Tanah Abang setelah baca buku ini. Saya lakukan business turn around. Mulai lagi dari nol, dari garasi rumah.
Paman saya yang bekerja di Caltex, Riau, juga terpengaruh. Kemudian buku itu dia sebarkan kepada teman-temannya. Sekarang teman-temannya banyak yang mengambil pensiun dini.

Buku sederhana ini mengisahkan tiga ekor tikus yang setiap hari mendapatkan cheese (keju) di tempat yang sama. Lambat laun, mereka mencium bau tak enak dari keju itu. Tak lagi segar baunya. Volumenya pun makin mengecil. Sadar dengan tanda-tanda tidak beres tersebut, tikus pertama mengambil keputusan dan tindakan. Keju ini akan habis tidak lama lagi. Dia langsung bertindak mencari keju di tempat lain. Sementara kedua tikus lainnya, meskipun berpendapat sama, tetap berulang ke sana dengan harapan suatu saat keju tersebut akan diganti yang lebih baik. Singkat cerita, tikus pertama akhirnya menemukan kejunya yang baru, setelah mencari ke sana ke mari. Sedangkan tikus yang dua lagi baru sadar dan mulai bertindak setelah kejunya benar-benar habis! Terlambat.

Di Tanah Abang saya rasakan keju saya mulai berbau tak enak. Mulai basi. Tetangga kiri kanan juga merasakan hal yang sama. Adanya kebakaran, isu pembongkaran, pengelola yang tidak becus, semrawut, premanisme adalah salah satu penyebab keju di sana tidak lagi sedap. Awal 2004, saya ambil keputusan dan tindakan. Angkat kaki dari sana. Hijrah. Alhamdulillah, saya bersyukur dengan keputusan itu. Sekarang keju saya sudah sedap lagi.

Ada juga rekan lain yang punya cerita sama dengan saya. Omset sehari-hari bahkan tak cukup untuk menutup sewa toko. Akhirnya dia juga angkat kaki dari Tanah Abang 2 tahun lalu, lantaran tak sanggup menyambung sewa. Dia pun pindah ke ITC Cempaka Mas yang sewanya masih murah. Sekarang saya dapat kabar bahwa dia sudah sukses. Dalam waktu 2 tahun dia sudah buka 3 toko, beli 3 rumah, 2 mobil, dan sedang menawar sebuah ruko di Bekasi. Dia tidak hanya dapat keju baru, tapi sekalian pabriknya!

Bagaimana dengan keju anda? Apakah masih sedap dan tersedia setiap hari? Apakah makin membesar atau mulai mengecil? Apakah masih akan tersedia di tahun-tahun mendatang?


Jangan Mau Seumur Hidup Habis Waktu Di Jalan


Pernahkah anda hitung berapa jam waktu anda habis di jalan? Saya pernah. Tahun 2001 lalu, waktu mulai buka toko pertama di Tanah Abang, saya tinggal di Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Buka toko setiap hari tanpa libur. Setiap hari saya habiskan waktu rata-rata 4 jam di jalan. Artinya, 28 jam seminggu, atau 112 jam sebulan atau 1344 jam setahun. 1344 dibagi 24 jam sama dengan 56 hari, dipotong libur hari raya 14 hari jadi 42 hari. Hampir satu setengah bulan dalam setahun waktu saya habis memegang lempar lembing alias gelantungan di bis. Kalau saya berdagang 10 tahun, berarti 14 bulan waktu saya habis di jalan. Wah, ngeri saya. Kondisi ini harus diubah, pikir saya.
Tahun 2002, saya dan istri memutuskan untuk pindah rumah di Slipi yang hanya 30 menit jaraknya dari Tanah Abang. Lumayan. Waktu yang bisa dihemat bisa digunakan untuk hal yang lain. Pagi-pagi bisa olah raga dulu, baca buku, dengar musik, nonton berita tv. Saya juga memutuskan untuk libur hari Minggu yang bisa kami gunakan untuk jalan-jalan, silaturahmi keluarga, sosial, pengajian dan lain-lain. Jadi, dari segi waktu kualitas hidup kami menjadi lebih baik, alhamdulillah.
Tidak puas sampai di situ, awal 2004 saya memulai bisnis di rumah via internet dan menutup 3 toko di Tanah Abang. Alasan utama sebenarnya karena nyaris bangkrut dan diusir dari Tanah Abang. Alasan lain, karena terprovokasi oleh bukunya Mark G. Nolan, Instant Cashflow. Asyik juga idenya. Di rumah saja tapi duit datang sendiri. Waktu yang habis di jalan menjadi nol! Asyiik.. Jadi saya kembali ke kebiasaan saya semula, menjadi orang malas. Tapi malas dalam artian positif lho. Meskipun malas, tapi otak mikir terus. Mungkin lebih kerennya, work smart.
Menurut saya, duit hilang bisa dicari. Tapi waktu yang hilang terbuang tidak ada gantinya. Waktu berharga sekali. Priceless. Jadi, dengan waktu yang dihemat itu saya bisa melakukan hal lain yang saya suka. Baca buku, dengar musik jazz, olah raga, jalan-jalan, ikut pengajian, melukis, merawat tanaman, bersilaturahmi dengan keluarga, aktif di kegiatan sosial, dan sebagainya.
Saya iri dengan Aa Gym. Perusahaannya sudah belasan jumlahnya. Tapi dia tidak sibuk mengurusinya. Waktunya habis untuk dakwah dan ummat. Akhirat dapat, dunia pun tidak ketinggalan. Beliau adalah mentor saya, walaupun belum pernah bertatap muka langsung. Bagaimana caranya agar saya bisa mengikuti langkahnya?
(Saudaraku Valentino Dinsi, maaf ya, judul bukunya saya pinjam ... )


Notes: Semua ini adalah kisah-kisah yang diuraikan oleh sahabat saya Bapak Badroni Yuzirman, pemilik dan pemimpin Manet Busana Muslim Plus.
Semoga kisah-kisah beliau dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.


Cheers,

Lusiana
http://lusiana-forex.blogspot.com
Kabar Gembira Dari Dunia Maya

No comments: